5. Giuseppe Cardone (Parma)
Pic: www.tuttomercato.web |
"Parma ? Oh, iya dulu magnificent seven di Serie-A kan? Pernah dibela Nakata, Fabio Cannavaro, Buffon, terus.."Giuseppe Cardone ?
Sang defender bergabung dengan Parma untuk pertama kalinya pada 1999. Pada musim pertamanya, ia langsung diasingkan ke Vicenza yang akhirnya berani mengeluarkan 2.2 juta Euro untuk mempermanenkan jasa Cardone. Pada tahun 2003, Parma kembali meminang lulusan AC Milan Primavera tersebut saat sudah berusia 29 tahun.
2004-2005, Parma yang juga mengikuti kompetisi eropa, EUFA Cup terancam degradasi dari Serie-A setelah mengakhiri musim di peringkat 18. Beruntung saat itu kompetisi tertinggi Italia belum menggunakan peraturan seperti sekarang dimana 3 klub terbawah secara otomatis turun ke Serie-B.
Disinilah momen emas Cardone bersama Parma muncul. Menghadapi Bologna yang finish satu strip di atas mereka, Parma tumbang 0-1 di kandang sendiri. Bologna diunggulkan untuk bertahan dengan leg kedua akan digelar di Renato Dall'Ara.
Datang ke kandang lawan sebagai underdog, Cardone berhasil membungkam supporter tuan rumah setelah membawa Parma unggul saat laga belum genap 20 menit. Aggregat menjadi 1-1, dan membangkitkan kepercayaan diri rekan - rekannya bahwa mereka dapat memenangkan Derby dell'Emilia terpenting sepanjang sejarah rivalitas kedua klub. Akhirnya, mesin gol Parma, Alberto Gilardino menggenapkan usaha mereka tepat sebelum turun minum dan menyelamatkan klub peraih 3 piala Coppa Italia tersebut dari degradasi.
Cardone merupakan mantan kapten Parma yang harus ditinggalkan akibat cedera lutut pada tahun 2006. Sayangnya banyak yang melupakan nama sosoknya.
4. Fernando Morientes (AS Monaco)
Pic: Hubertherry.wordpress.com |
2003-2004, Morientes tersingkir dari persaingan lini depan El Real, dan dipinjamkan ke klub Ligue 1, AS Monaco. Bersama tim inilah Fernando Morientes menunjukan kualitas terbaiknya. Ia membawa AS Monaco sukses melaju ke final Champions League - pencapaian terbaik klub di daratan eropa- dan juga kembali bersaing untuk gelar juara domestik walaupun akhirnya hanya mampu menyelsaikan musim di peringkat ketiga liga.
Momen unik terjadi saat AS Monaco bertemu dengan Real Madrid pada qurter - final Champions League. Fernando Morientes yang masih berstatus pemain dari klub ibu kota Spanyol diizinkan untuk bermain di kedua laga yang akan diselenggarakan. Pada leg pertama, AS Monaco dibungkam 4-2 oleh Los Galacticos, namun Morientes menyumbang salah satu gol tandang di Bernabeu. Pada leg kedua, Morientes kembali membobol gawang 'pemiliknya' sebagai penanda comeback AS Monaco yang sudah terlebih dahulu tertinggal lewat gol Raul.
Gol tersebut membuat mereka hanya membutuhkan 1 gol lagi untuk lolos ke semi-final, dan Ludovic Giuly yang mencetak gol menyeimbang, membungkam klub bertabur bintang dengan gol keduanya. AS Monaco lolos ke babak selanjutnya setelah unggul gol tandang di pertandingan yang berakhir dengan aggregat 5-5 dan Morientes menjadi top skorer Champions League musim tersebut.
Bayangkan penyesalan Real Madrid..
3. Antonio Puerta (Sevilla)
Pic: Mundodeportivo.com |
Dari keempat piala tersebut, satu yang paling berkesan adalah trophy UEFA Cup 2006. Itu merupakan gelar UEFA pertama yang diraih Sevilla. Berisikan 'generasi emas' seperti Dani Alves, Adriano, Jesus Navas, Kanoute dan Javier Saviola, Sevilla memang patut disegani. Antonio Puerta juga salah satu dari generasi emas yang dimiliki rival Real Betis tersebut, Bahkan, tanpa pemain ini, mungkin saja tidak ada gelar EUFA Cup 2006 bagi Sevilla. Memiliki posisi yang sama dengan Adriano Correia, Puerta harus bersabar menunggu giliran di bangku cadangan dan seperti kata orang - orang bijak,
"Tidak ada perjuangan yang sia-sia"Antonio Puerta diberi kesempatan untuk tampil di leg kedua semi-final melawan Schalke. Agregat masih imbang tanpa gol setelah tidak ada yang berhasil menembus gawang lawan mereka pada leg pertama di Jerman. Gantikan Adriano pada menit ke-77, Puerta memastikan pertahanan maupun penyerangan Sevilla tidak menemui jalan buntu melalui aliran bola dari sayap. Pertandingan berakhir imbang 0-0 dan memaksa perpanjangan waktu.
Tepat pada menit ke-100 atau 10 menit setelah extra-time dimulai, Antonio Puerta melakukan overlapping memanfaatkan sisi kanan pertahanan Schalke yang minim penjagaan, lalu ia menerima umpan matang di tiang jauh sebelum mengontrol bola dan melepaskan tendangan yang mengantarkan Sevilla ke final UEFA Cup.
2. Simao Sabrosa (Atletico Madrid)
Pic: Zimbio.com |
Pada kesuksesan mereka di musim 2009 - 2010, sedikit yang menyadari peran krusial Simao Sabrosa. Sebelum Atletico Madrid memiliki Arda Turan sebagai icebreaker mereka, Simao merupakan sosok andalan klub. Tenang dalam penguasaan, cepat dan memiliki umpan - umpan matang untuk memanjakan para striker. Atletico Madrid memulai kompetisi eropa musim tersebut di Champions League, namun tersingkir ke Europa League setelah hanya berhasil menjadi peringkat ketiga dan akhirnya menjadi juara kompetisi tersebut.
Rekor Atletico Madrid di Champions League saat itu sangatlah buruk, mereka hanya berhasil meraih tiga poin dari total enam pertandingan dan kemasukan 12 gol (6 diantaranya oleh Chelsea). Poin yang diperoleh Atletico Madrid sebenarnya sama dengan poin klub asal Cyprus, APOEL, bahkan klub tersebut kebobolan lebih sedikit (7 gol) dibanding Forlan dan kawan - kawan.
Satu - satunya alasan Atletico Madrid berhasil meraih peringkat ketiga adalah peraturan gol tandang yang lebih didahulukan dibanding selisih jumlah gol dan skor kacamata bertahan hingga akhir saat keduanya bertemu di Madrid. Beruntung saat laga di Cyprus, gol Simao Sabrosa berhasil mencuri 1 poin untuk Atletico Madrid setelah sebelumnya mereka tertinggal lewat gol cepat Nenad Mirosavljevic.
Tanpa gol Simao, jangankan piala EUFA Ueropa League, Atletico Madrid tidak akan ada di kompetisi tersebut.
1. Massimo Maccarone (Middlesbrough)
Pic: Goal.com |
Nama Maccarone masuk dalam 10 pemain asal Italia yang gagal di Premier League versi Goal.com. Dibeli dari Empoli seharga 8.15 juta Euro, striker yang sempat membela AC Milan ini hanya menyumbangkan 18 gol hingga akhir masa baktinya di tahun 2007.
Jika melihat raihan gol-nya sebagai seorang striker, tentu Maccarone akan dianggap gagal di riverside. Bagaimana melihat sisi positif dari raihan buruk tersebut ? Kita harus mengingat bahwa saingan Maccarone di lini serang Middlesbrough sangatlah kompetitif.
Viduka, Yakubu hingga Jimmy Flyod Hasselbaink semua pernah berada di satu tim bersama Maccarone dan mengingat prestasi pada musim pertamanya di Premier League, Maccarone merupakan top skorer bagi Middlesbrough. Raihan gol-nya yang minim juga membuat banyak orang lupa andil Maccarone saat The Boro berlaga di EUFA Cup 2005 - 2006. Middlesbrough yang meraih tiket eropa setelah berhasil akhiri musim sebelumnya di posisi ke-7, tak terkalahkan di babak penyisihan group. Mereka meraih 10 poin hasil 5 kemenangan dan 1 imbang dan lolos ke fase berikutnya. Pada babak knock-out, rival dari Sunderland ini berhasil menumbangkan klub - klub kaliber Champions League seperti AS Roma dan FC Basel.
Saat laga melawan FC Basel di quarter-final, Maccarone menjadi pahlawan Boro setelah memastikan langkah mereka ke 4 besar. Kalah 0-2 saat bertandang ke Basel, dan kebobolan sekali di kandang. Marc Viduka dan JFH hanya dapat menyamakan aggregat menjadi 3-3. Jika pertandingan berakhir seperti ini, Basel akan lolos ke semi-final karena peraturan gol tandang, tapi detik - detik akhir sebelum peluit panjang, Massimo Maccarone mencetak gol dan membalikan kedudukan menjadi 4-3 secara agregat.
Maccarone melakukan hal serupa di semi-final, saat Middlesbrough bertemu Steaua Bucharest dan membawa timnya ke final EUFA Cup melawan Sevilla.
Semoga setelah membaca artikel ini, jasa besar mereka tidak lagi terlupakan hanya karena banyak nama yang lebih besar berada bersama mereka.
@adrieedu
No comments:
Post a Comment