Friday, July 4, 2014

INSIDE: Guru itu bernama Julien Feret

Feret, bekas guru yang kini menjadi pesepakbola top
Nama Julien Feret mungkin terasa asing di telinga para penikmat sepakbola. kesempatan saya saat ini menulis artikel tentang Feret, karena saya terkesima melihat seseorang yang mampu bertahan dari cemoohan, dan meraih cita citanya.  Ya, Julien Feret, sosok midfielder berusia 31 tahun yang kini bermain untuk Caen di Ligue 1, memulai karirnya di Rennes. Dan, karir sepakbolanya terbilang cukup panjang. 

Pada tahun 2001, terlintas dari benak seorang pemuda untuk melanjutkan karir sepakbolanya, yang saat itu baru saja ingin memulai debut pro nya. Namun, ia tampaknya belum memiliki klub. Sempat dulu memang pernah hampir direkrut oleh En Avant Guigamp, sayangnya hal tersebut nggak menjadi kenyataan, karena Feret yang saat itu masih 19  tahun baru akan lulus dari sekolahnya di Saint – Brieuc.

Tampaknya, Feret muda memang akan melanjutkan studinya atau mungkin juga menjadi guru dalam beberapa waktu kedepan. Memupus cita citanya sebagai pesepakbola professional. Namun, Harapan kembali hadir ketika Stade Rennais mengajukan proposal untuk merekrut dirinya. Saat itu, Feret yang cukup tua untuk memulai debut pro, mulai menemukan gairahnya sebagai pesepakbola professional.

Pada tahun 2003, ia bermain untuk Stade Rennais. Dalam skala kecil, hanya bermain di beberapa match, itupun sebagai tim Reserve, di USIA 21 TAHUN! Baginya cukup menyenangkan ketika bisa menyalurkan hobi sebagai pemain sepakbola, bertemu dengan Sebastian Puygrennier, dan lain lain.. lebih dari cukup.

Patrick Rampillon, kritiknya mengubah Feret
 Sekitar satu musim kedepannya, manajemen mengubah segala kebijakan.  Feret, pada saat itu ditawari kontrak professional oleh Stade Rennais. Tapi, Patrick Rampillon, selaku pihak pelatih dari Stade Rennais menyebut sosok Feret sebagai pemain yang lemah, tidak memiliki integritas yang baik dalam sepakbola dan tidak pernah cocok untuk bermain dalam skala pro!

"Julien Feret is a player who lacked of a personality, mental and character" -Patrick Rampillon-


Kritik pedas semacam itu membuat Feret urung untuk melanjutkan karir sepakbolanya. Terlihat tanpa harapan, ia kemudian mengajukan proposal untuk menjadi Guru Physical Education and Sport di beberapa sekolahan terkemuka di Perancis. Hampir juga bergabung pada klub amatir Perancis bernama, Loudeac.

Di tahun yang sama, Feret yang saat itu sudah melupakan sepakbola, walau belum sepenuhnya, mendapatkan proposal dari AS Cherbourg. Sebuah klub sepakbola amatir Perancis, dilatih oleh Patrice Garande, salah satu legenda sepakbola asal Perancis.  Feret merasa tertantang untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pemain sepakbola handal, mengingat ia lama bermain di divisi amatir. Performa nya cukup lumayan, menyumbangkan assist dan goal selama di Championnat national cup.

Musim selanjutnya ia mulai berbenah, dan pada tahun 2005, ia dilirik oleh Stade Reims. Klub dari Ligue 2, pada saat itu. Stade de reims memiliki ambisi untuk dapat meraih titel di Ligue 2 dan segera merapat ke Ligue 1, permasalahannya adalah materi yang pas pasan. Julien Feret hadir melengkapi tim dan segera “nyetel” dengan lineup yang ada. Selama tiga tahun, terhitung dari tahun 2005 hingga 2008, kemampuan Feret meningkat, memperbaiki performanya dan meraih UNFP Trophy (player of the season) pada musim 2006-2007. Di Stade De Reims inilah ia banyak belajar tentang  positioning dan marking, membawanya ke level yang lebih tinggi dalam karir sepakbolanya.

Saat bermain di Nancy

Pada tahun 2011 lalu, bekas timnya, yaitu Stade Rennais mencoba untuk merekrut Feret yang kala itu bermain untuk Nancy Lorraine. Dan berhasil. Feret yang baru akan menandingi pemain pemain yang memiliki nama untuk Stade Rennais. Feret berhasil menjadi playmaker terbaik dalam klub yang pernah menyepelekan nya itu. Total 8 goal dan 9 assist dalam 35 games nya bersama Stade Rennais.

Saat ini, Feret bergabung bersama SM Caen dalam status Free Agent. Secara kebetulan, SM Caen saat ini dilatih oleh Patrice Garande yang pernah melatih dan mengajarkannya dalam bermain sepakbola, memberikan kemajuan yang berarti dalam hidup dan karirnya dalam dunia sepakbola.

Setelah menyelesaikan artikel ini Saya pun memiliki kesimpulan sendiri, bahwa cita cita mampu diraih dalam skala apapun. Gertakan anggaplah sebagai lawakan belaka…


By: @Dethtroops

Revolusi semangat sepakbola USA

USA men national team (USMNT)
Hasil imbang 2-2 saat menghadapi Portugal dalam lanjutan Grup G Piala Dunia 2014 cukup membuat banyak publik kurang puas. Nama besar Cristiano Ronaldo pun tak mampu berbuat banyak di pertandingan tersebut. Lantas, apakah ada yang berubah dari timnas Amerika Serikat? Yup benar sekali, timnas USA terlihat memiliki banyak perubahan dalam 3,5 tahun belakangan ini mulai dari gaya permainan maupun kebijakan pemain pilihan. 

Klinsmann, legendaris di Jerman dan USA
Siapa lagi kalo bukan mantan legenda timnas Jerman dan Bayern Munchen, Jurgen Klinsmann. Dialah aktor dibalik revolusi permainan timnas Amerika Serikat di Brazil 2014 ini. 29 Juni 2011, Klinsmann ditunjuk untuk menggantikan posisi Bob Bradley yang sudah 6 tahun menangani Clint Dempsey dkk. Lantas, apa perbedaan timnas USA dibawah komando Bob Bradley dengan Jurgen Klinsmann?? Walaupun menjuarai grup C pada 2010, namun permainan 4-4-2 yang diterapkan Bob masih sangat pragmatif. 

Mengandalkan serangan dari tengah yang lama mengandalkan London Donovan, permainan USA seakan terbaca oleh lawan. Alhasil menghadapi permainan cepat Ghana, mereka gugur di babak 16 besar. 

 Dalam urusan pemain, saat itu pelatih Bob Bradley pun belum berani memanggil banyak pemain muda. Hanya sekitar 20% pemain muda yang tampil di Piala Dunia 2010 saat itu. Revolusi pun terjadi ketika Jurgen Klinsmann resmi menangani timnas USA khususnya pada Piala Dunia 2014 di Brazil ini. Dengan menggunakan skema modern 4-2-3-1, Clint Dempsey dkk tampil sangat atraktif sejauh ini. 

Mereka pun sering membuat peluang atau bahkan gol lewat skema counter attack yang mematikan

Kebijakan Klinsmann yang tidak membawa London Donovan ke Brazil sempat menuai kecaman banyak pihak. Yaa wajar adanya karena seperti yang kita tahu bahwa selama ini Donovan adalah andalan di lini depan timnas Amerika. Keputusan berat tersebut dibayar lunas oleh Klinsmann, apalagi setelah Jozy Altidore mengalami cidera, Clint Dempsey diplot berperan sebagai "false 9" di depan, hasilnya? Cukup sukses!! Sadar pemain asli tidak banyak yang berkualitas, Klinsmann menggunakan beberapa pemain muda hasil naturalisasi seperti John Brooks (21th), Aaron Johansson (23th), dan Fabian Johnson (26th) yang cukup bersinar.


Fabian Johnson, cukup sukses di Piala Dunia 2014
 Nama striker Bayern Munchen II, Julian Green (19th) menjadi pemain paling muda di skuad Klinsmann. Dua pemain jangkar yang sebelumnya tidak ada di skuad Bob pada Piala Dunia 2010 pun kini menjadi andalan di lini tengah USA yakni, Jermaine Jones dan Kyle Beckerman. Walaupun keduanya sudah "kepala 3", namun kualitasnya mampu mengimbangi kecepatan para pemain muda. Dengan permainan menghibur dan atraktif seperti tim-tim Eropa, kini publik menaruh ekspektasi lebih kepada timnas USA untuk melaju sejauh mungkin di ajang bergengsi 4 tahunan tersebut..


Meskipun kalah dengan Belgia dengan skor 2-1 di babak 16 besar Piala Dunia 2014, namun, USA memiliki kebanggaan karena berhasil menuliskan sejarah dalam buku olahraga mereka, menandakan babak baru revolusi dan kemajuan sepakbola di USA. Bukan tidak mungkin, empat tahun mendatang mereka bisa menjuarai Piala Dunia 2018 di Russia.

 By:  @NgehekBangetDeh

Sunday, June 29, 2014

Gaya rambut unik pemain USA

Petang ini, saya mempunyai ide lucu untuk menulis artikel. Bukan artikel serius, tapi hanya sekedar intermezzo belaka. Terlintas untuk menulis beberapa pemain Amerika Serikat yang memiliki gaya rambut nyentrik dalam perhelatan piala dunia.

Amerika Serikat mulai mempertontonkan kebolehan bermain sepakbola pada sekitar awal era 90 an, dengan pemain pemain yang cukup dikenal pada saat itu, seperti Tony Meola, Alexi Lalas atau Eric Wynalda. Mereka berperan penting pada ajang world cup 1994. Dan, apapun  yang berasal dari Amerika memang telah menjadi trendsetter, Hollywood dan music turut “ikut campur” dalam pergerakan sepakbola. Salah satunya adalah gaya rambut.

Berikut adalah pemain pemain asal Amerika Serikat yang memiliki gaya rambut unik:

John Petrucci, eh?
Marcelo Balboa

Marcelo balboa, pemain nyentrik bertubuh gempal, pemain yang berposisi sebagai bek tengah ini memiliki gaya rambut gondrong yang cukup popular pada era 90an. Gondrong lurus, plus bewok mengingatkan saya pada John Petrucci nya Dream Theater.








Lalas, mudah dikenal
Alexi Lalas

Belakangan dia jadi pundit footballer untuk beberapa media, disamping itu dia juga sibuk jadi penyanyi grup rock dan beberapa music country. Mahir bermain gitar, memang lebih cocok jadi anak band ketimbang jadi pemain bola.








Meniru suku mohican
Clint Mathis

Siapa pemain bola yang mempopulerkan rambut Mohawk? Sebelum Umit Davala, ada Clint Mathis yang sempat jadi bahasan media kala itu, bukan karena prestasinya tapi karena gaya rambutnya yang nyeleneh.






si gimbal maryland


Kyle Beckerman

Pemain  timnas USA di world cup 2014 ini, awalnya adalah musisi reggae, hobi memancing dan main skate. Namun keterampilannya bermain sepakbola cukup oke. Lewat proses panjang, akhirnya dia dipanggil timnas USA dibawah asuhan Juergen Klinsmann.






kiper terbaik, rambut terburuk



Tony Meola

Kiper legendaris timnas USA, Tony Meola, juga sempat memiliki gaya rambut ini. Yaitu gaya rambut mullet. Gaya rambut yang cukup buruk untuk ditiru, tapi ngetop pada era 80an.


By: @Dethtroops

antara Herrera, Hodgson, Gaji, dan Prestasi.

Oke, jadi Anda mungkin memiliki favorit pelatih tersendiri yang menurut anda akan menjadi manajer 'terbaik' di Brasil 2014.



Salah satu pelatih yang menjadi favorit anda adalah Miguel Herrera ( Meksiko ) bisa bawa timnas negaranya sendiri lolos menemani Brasil di Grup A setelah singkirkan Kamerun dan Kroasia.Setelah melewati perjalanan sulit.


Apa yang telah Herrera lewati ? Meksiko dalam kondisi kacau dan berantakan ketika ia mengambil alih bulan Oktober 2013 yang lalu, ​​hampir gagal masuk play-off di zona CONCACAF untuk sebuah tempat di Piala Dunia. Herrera, yang baru saja memenangkan liga Meksiko bersama America, adalah manajer keempat Meksiko dalam waktu sebulan karena ia mengambil alih setelah serentetan pemecatan

Dampaknya yang ia berikan langsung: ia memandu Meksiko lewati Selandia Baru di babak play-off untuk membuat mereka lolos ke Brasil, dan seperti yang kita semua lihat dia meningkatkan performa timnasnya - berkat keputusan berani seperti tidak menurunkan Javier Hernandez di starting XI.



Namun untuk pencapaiannya di tingkat internasional,dia belum diakui oleh federasi sepakbola negaranya sendiri.Karena, luar biasa, dia adalah manajer yang memiliki bayaran terburuk di turnamen

Herrera mendapatkan hanya £ 125.000 per tahun - angka yang layak untuk standar hidup seseorang, dan tentu saja peningkatan yang besar dibandingkan pendapatan per kapita nasional Meksiko sebesar £ 6.000 per tahun

Tapi dalam hal sepak bola itu hampir suatu penghinaan. Ini 28 kali lebih kecil daripada gaji Roy Hodgson (yang mendapat £ 3.500.000 per tahun) dan 50 kali lebih kecil dari bos Rusia Fabio Capello (yang mendapat hampir £ 7m).



 
Bahkan sesama pelatih yang membuat sensasi di Brasil,Jorge Luis Pinto, yang telah mendalangi perjalanan ajaib Kosta Rika, mendapat lebih dari dua kali lipat ( £ 262.500. ) daripada Herrera.

Maka,Apakah semakin besar gaji = bisa bawa negara yang ditangani capai target ?
Tidak,terbukti 3 besar teratas pelatih dengan gaji tertinggi yaitu Fabio Capello ,Roy Hodgson ,dan Cesare Prandelli harus cabut duluan bersama timnya dari Brasil.



ekspresi Roy Hodgson diatas bisa jadi adalah kesimpulan bagaimana performa Inggris di
Piala Dunia ini.

by : @Obinhartono1

Sumber :
uk.eurosport.yahoo.com
en.wikipedia.org
sportingintelligence.com