Cerita
yang Terlupakan Di Balik Pertandingan Bosnia Melawan Indonesia Tahun 1997.
Pada
tanggal 27 Februari 1997, Indonesia bermain di Malaysia untuk memenuhi undangan
pertandingan persahabatan melawan Bosnia-Herzegovina yang baru saja merdeka.
Tentu
saja, walau Indonesia sudah duluan merdeka, tetap saja kalah dari negara muda
tersebut dengan skor 2-0.
Ini
cerita yang (mungkin) Anda tidak tahu tentang perjuangan tim Bosnia untuk tiba
di Malaysia. Di tengah kegelapan malam sedikit diluar Sarajevo, ibu kota
Bosnia-Herzegovina, beberapa orang berjalan mengendap-endap sambil menenteng
ransel berisi logistik dan perlengkapan yang mereka butuhkan untuk kesuksesan
misi mereka.
Mereka
bukan tentara, mereka bukan agen rahasia.
Mereka
adalah tim nasional Bosnia Herzegovina mempunyai tugas untuk menggelar tur
pertandingan persahabatan di berbagai tempat di muka bumi untuk mempromosikan
negara mereka yang baru saja merdeka.
Tapi
sebelum mereka bisa menunaikan tugasnya tersebut, mereka dihadapkan dengan
tugas pertama: keluar dari Sarajevo hidup-hidup. Keluar dari Sarajevo sama
sekali bukan pekerjaan mudah. Separuh batas kota dikepung oleh tentara Serbia
yang akan menembak siapa pun yang berada dalam jangkauan senapan mereka.
Separuh yang lain, zona bebas, dikuasai oleh tentara PBB yang tidak mengizinkan
siapa pun keluar dari dan masuk ke Sarajevo. Sebelum bisa mencapai pinggir
kota, skuat timnas Bosnia ini harus menyeberangi lapangan yang dikuasai oleh
tentara Serbia.
Skuat
timnas yang berjumlah 28 orang ini dipecah dalam 4 grup, masing-masing 7 orang
dan dipimpin oleh seorang anggota pasukan khusus tentara Bosnia.
Pelatih
timnas Bosnia pertama sejak merdeka, Fuad Muzurovic mengenang pengalamannya.
“Kami berjalan merangkak hingga sampai di depan airport. Lalu tentara yang
mengawal kami menyuruh kami berlari sekuat tenaga menyeberangi airport. Kami
tahu kami tak boleh berhenti, pilihannya hanya lari atau mati. Kami berlari
dengan beban ransel di punggung kami sembari ditembaki oleh tentara Serbia yang
menangkap basah apa yang kami lakukan.”
Usai
menghindari maut di airport, hadangan selanjutnya adalah melewati penjagaan
tentara PBB. Karena PBB tak mengizinkan arus masuk dan keluar dari Sarajevo,
maka para patriot Bosnia ini bermain kucing-kucingan .
“Tank PBB memiliki lampu sorot yang bisa terlihat dari jauh. Saat kami melihat tank PBB datang kami yang sedang berusaha keluar dari Sarajevo, langsung memutar badan seolah-olah kami hendak masuk ke Sarajevo. Ini adalah trik yang harus kami lakukan dan berhasil. Kami dibawa keluar oleh tentara PBB yang menyangka kami hendak masuk ke Sarajevo”.
Mungkin
banyak orang yang menggelengkan kepala kenapa para pesepakbola Bosnia ini nekat
menyabung nyawa demi bermain sepak bola.
Jawabannya
adalah karena mereka memang dipersiapkan untuk menjadi wajah Bosnia usai
kemerdekaan. Semasa perang, mereka tetap berlatih di dalam hall basket meski di
luar hujan mortir dan bunyi tembakan terdengar dengan jelas. Para pemimpin
Bosnia menganggap bahwa lebih baik tim nasional mereka bermain di luar negeri
daripada tetap berada di kota yang dikepung dan terisolasi.
Sepak
bola adalah alat diplomasi dan para pemain ini adalah diplomatnya. Mereka
adalah duta besar Bosnia bagi dunia.
Setelah
tiba di zona bebas, skuat timnas Bosnia ini harus berjalan kaki hingga tiba di
perbatasan. Dengan patroli Serbia masih berkeliaran, terpaksa mereka melewati
gunung dan lembah di malam hari. Mereka baru tiba di Pazaric, perbatasan dengan
Kroasia, dua hari setelah mereka memulai perjalanan. Dari situ Muzurovic
membawa anak asuhnya naik bis ke Split lalu diteruskan ke Zagreb, ibu kota
Krosia. Di sana mereka disambut oleh Miroslav Blazevic, ketua federasi sepak
bola Kroasia yang kelak menjadi pelatih yang membawa Kroasia menjadi juara 3 di
Piala Dunia 1998. Blazevic menyusun pertandingan persahabatan Bosnia pertama
melawan Hadjuk Split.
Pertandingan
itu menjadi partai pertama dalam tur Bosnia sebanyak 54 pertandingan di 17
negara, termasuk melawan Austria, Arab Saudi, dan Indonesia. Tim Bosnia juga
bertandang ke Vatikan dan bertemu dengan Paus Johannes Paulus II sebelum
mendarat di Teheran dan bertanding melawan timnas Iran yang dimenangi dengan
skor 3-1. Presiden Iran kala itu, Ali Akhbar Rafsanjahni mengatakan, “Ini
adalah cara kalian berjuang. Ini adalah cara terbaik untuk memperkenalkan
negara kalian yang masih muda kepada dunia”.
Banyak
cara untuk memproklamirkan kemerdekaan dan memperkenalkan negara yang baru saja
lahir, tapi Bosnia, yang dilanda perang dan genosida, memilih melakukannya
lewat sepak bola. Para diplomat dengan celana pendek dan sepatu berpaku.
REBLOG dari http://gregahwp.wordpress.com/2014/06/19/ketika-nyawa-menjadi-taruhannya-apapun-dilakukan-demi-sepakbola/ milik @gregah14
No comments:
Post a Comment